Hasil survei Bank Dunia dalam Logistics Performance Index (LPI) menunjukkan bahwa kinerja sektor logistik Indonesia terus mengalami penurunan.
Pada 2010 kinerja logistik Indonesia berada pada peringkat 75 dari 155 negara, turun dibanding tahun sebelumnya di peringkat 43. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Denny Siahaan mengatakan, kinerja logistik Indonesia berada jauh di bawah Singapura yang menempati peringkat ke-2, China (13), Malaysia (29), Thailand (35), Filipina (44), dan Vietnam (53).
Buruknya kinerja logistik terefleksi dari biaya angkutan barang yang sangat mahal, yang menjadi salah satu penghambat daya saing industri dan perdagangan Indonesia di tingkat internasional. Biaya operasional truk angkutan barang di Indonesia mencapai 34 sen dolar AS per kilometer, lebih tinggi dari rata-rata biaya untuk kebutuhan yang sama di Asia yang sebesar 22 sen dolar per kilometer.
Gambaran lain mengenai tingginya biaya angkut, lanjut Denny, adalah ongkos transportasi barang dari kawasan industri Cikarang menuju Pelabuhan Tanjung Priok yang mencapai USD662 per kontainer 40 TEUs. "Itu lebih tinggi dari biaya transportasi sejenis di negara lain di kawasan ASEAN. Karena itu, Indonesia membutuhkan sistem logistik terpadu multimoda dengan sistem distribusi yang lebih efisien," tegas Denny dalam Seminar and Workshop Series Indonesian Logistic Summit 2011di Jakarta, Selasa (28/6/2011). Dampak dari tingginya biaya logistik nasional saat ini, kata dia, adalah menekan daya saing sektor industri.
Hal itu juga memunculkan perbedaan harga yang mencolok antara Jawa dan luar Jawa,menyebabkan harga barang yang diterima konsumen lebih mahal, serta mendongkrak biaya ekspor. Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Mahendra Siregar mengatakan, persoalan logistik sebetulnya bukan masalah baru.
Menurut dia, sejak enam tahun lalu, dalam Indonesian Logistic Summit 2005, hal itu telah menjadi fokus perhatian pemerintah. Namun, perkembangannya hingga saat ini hanya berupa cetak biru logistik, rencana kerja, dan rencana aksi dengan komite di masing-masing kementerian.
"Saat ini yang tidak ada adalah implementasi, implementasi, dan implementasi," ujar Mahendra Siregar. Sekarang, kata Mahendra, ada Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Dengan MP3EI tersebut, pemerintah bertekad mempercepat pembangunan dalam waktu yang sempit dan dengan sumber keuangan yang terbatas.
"Tapi, kalau itu tidak dikawal akan lewat lagi nanti," cetusnya. Pemerintah seharusnya betul-betul fokus pada masalah yang ada dan apa yang menjadi prioritas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar